Manusia memang mahluk yang lemah. Fisik/jasmani mgk tidak perlu cerita dulu, yg aspek psikis atau rohani bisa kita fahami dr fenomena mudahnya manusia berubah dari benci menjadi suka, atau sebaliknya dari mengidamkan suatu hal >jadi mengidamkan sesuatu lain yg "bertentangan" dg hal tsb.
Manusia juga tumbuh fisiknya; kecil merayap menjadi besar. Kurus mengembang menjadi gemuk.
Rohani manusia juga tumbuh bertahap, tahap#1 > #2 > #3 > dst. Menurut data empiris (..teorinya banyak juga!! dlm konteks pendidikan; maaf blm sempat dicari) Tiap tahap umumnya tidak konsisten, sesuai perkembangan banyak aspek. Contoh yg "agak konsisten" sudah banyak kita dengar cerita semisal orang yg sejak remaja bercita-cita menjadi pilot, lalu dalam perkembangannya bercita-cita jadi pengusaha yg memiliki pesawat terbang. Atau remaja yg bercita-cita jadi guru kemudian setelah berlalu masa ternyata jadi pengusaha pemilik Yayasan Sekolah lebih diidamkan, selanjutnya menjadi seorang tokoh pendidikan (misalnya jadi anggota dewan yg mengurus pendidikan di level negara....atau menulis buku ttg Pembinaan Anak Bangsa dst) lebih diidamkan.
Jika seorang remaja bercita-cita mau jadi programmer komputer... itu wajar saja, asalkan cita-cita itu nanti berkembang menjadi "developer" software kelas apple lalu selanjutnya berkembang menjadi cita-cita ingin punya perusahaan se-jenis Microsoft.
Coba perhatikan kata yg digaris bawahi>> asalkan itu menjadi kunci bahwa cita-cita itu WAJAR. Jadi kalau ada remaja yg bercita-cita ingin jadi programmer..lalu dia fanatik "poko-nya aku mau jadi programmer!! tidak mau jadi developer! Apalagi jadi pengusaha software..aku ngga mau!!!"... Nah itu menandakan remaja tsb masih terkungkung oleh "ketidak-dewasa-an"-nya.
..Oya.. tulisan di hari sabtu ini memang diharapkan akan dibaca oleh salah satu putra terbaik kami, yang kalo ngga salah berniat jadi programmer!! Semoga dia sempat baca.
....Cerita ttg ketidak-konsistenan kebetulan saya yg mengalami. Lulus SMA saya diterima di IPB tanpa test, saya bercita-cita jadi pengusaha sukses, makanya saya bberapa bulan kemudian ikut Resimen Mahasiswa karena seorang pengusaha (saat itu zaman ORBA..banyak pengusaha berlatar ABRI) harus tegas, berani dan disiplin...Namun selepas IPB saya berpendapat lain (padahal saat itu jiwa prajurit masih kental..) : Seorang yg berbakti bagi nusa bangsa lebih mulia, ..apalagi kalo dibayar maka kewajiban mencari nafkah tidak perlu dilakukan terpisah...>>maka jadilah saya PNS.
Masih tentang "musibah" ketidak-konsistenan yg saya alami: tahun 1990 [masih dalam semangat jadi pengusaha] saya masuk tim peneliti yg meneliti Ikan Betutu (saat itu trmasuk ikan yg sangat mahal..) jadi nanti saya mau jadi Pengusaha Ikan Betutu. Rupanya kerja di pembenihan membutuhkan ketelatenan yg super; kerja kimia di laboratorium, mengamati larva di mikroskop berjam-jam dsb dsb. Saya sangat lemah dlm aspek yg satu itu. Sampai-sampai saya bertekad SEUMUR HIDUP TIDAK AKAN MAU KERJA DI LABOR!! tahun 1991 wisuda, lalu, karena tidak mampu kuliah S-1 lagi di Fak. ekonomi maka saya kerja sebagai INSINYUR di konstruksi yang notabene jauh dr kerja telaten.. uff...tahun 1993 saya diangkat PNS dan ditugaskan di Unit Pembenihan... Astagfirullaah.. ternyata!! Ternyata kerja di labor sbg peneliti banyak menjanjikan! karena masih jarang org yg suka meneliti... maka jadilah saya salah satu jagoan di pembenihan ikan secara artifisial.
:-)
Satu lagi>> Sejak SMA saya orang exact. Saya paling benci dg cara fikir SOSIAL yg ngga jelas, tidak berdasarkan data dan "ngambang".. JIwa exact itu terbawa dan menjadi "fanatik agama exact". Namun... tahun 1998 saya baru menyadari bahwa masalah-masalah masyarakat tidak dapat selesai dengan ilmu exact. Dunia ternyata tidak sekaku rumus-rumus.
...makanya tahun 2001 saya ambil S-2 di luar jalur exact; saya ambil Sosiologi Pedesaan (mata kuliah yang paling amat sangat saya benci saat S-1 dulu).
.........begitulah .
ternyata saya nyaman, sangat nyaman dengan basic keilmuan yang "penuh warna" tersebut. Bicara exact okeh, sosial payoo, agama insya Allaah!.
Barangkali kalo mau diambil pelajaran, salah satunya atau mgk "dua"nya adalah > (1) Harus sadar bahwa kita terus berkembang. Menurut ajaran Islam kemantapan seseorang itu baru tercapai di umur 40 tahun. Jika Anda belum berumur 40 tahun, jangan terlalu percaya bahwa Anda benar dg pendapat/ pemikiran Anda. (2) semua ilmu dan aktifitas semasa remaja yang kelihatannya TIDAK BERMANFAAT atau KAGAK NYAMBUNG dgn cita-cita Anda.. maka AMBIL saja! Saya yakin Pasti itu akan bermanfaat di rentang hidup Anda yang sangat amat berharga....
Komentar
Posting Komentar