Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2012

...tentang hurun ayn

..kembali aku merenungi (....menikmati?) untuk kesekian kali pps dr seorang sahabat tentang hur. ...aku tidak juga menginginkan bidadari..aneh!  dulu semasa bujangan aku tidak suka bidadari karena mereka ada di syurga..di akhirat, sedang aku membutuhkan pendamping untuk berbagi saat ini mengarungi dunia.  Saat di akhirat nanti (aku fikir) akan sangat sibuk menerima azab-Nya (na'uzubiLLAAH..) atau mensyukuri nikmat-Nya... tak ada waktu untuk bidadari. ...saat ini aku tidak suka bidadari karena mereka "hanya menikmati" kebersamaan hasil perjuangan di dunia..sedang mereka tidak memberikan kontribusi apa-apa saat aku berjuang di dunia...aku lebih suka wanita dunia yang telah "senasib seperjuangan".. :-) aku mendramatisir (?) kontradiksi itu.  Sebenarnya aku sampai pada memahami bahwa (sebagaimana dalam beberapa kisah dalam AlQur'an) tak ada pemisah antara kehidupan dunia dan akhirat.  Kematian hanya jembatan, dan saking akuratnya balasan dan perhitungan Alla

Cerita #6: Apakah tidak boleh kaya??

Kaya dalam pandangan bijak haruslah sebagaimana Rosulullaah SAW dan para sahabat RA.  Sebagian dari mereka yang kaya memegang asset bernilai tinggi, barang dagangan dan investasi lain; namun gaya hidup tetap sederhana..tidak jauh beda dengan para sahabat yang miskin. AlQur’an menjanjikan rezeki bagi manusia dengan menggunakan umpama burung yang lapar pada pagi hari dan pulang ke kandang dalam keadaan kenyang... Seorang MSc lulusan Denmark menggugat: Kita kan tidak hanya butuh makan tapi butuh yang lain juga.. seperti untuk sekolah anak.... ....jika diminta menerangkan : bahwa sekolah [agar anak mendapat penghidupan yang baik nanti] itu bagian dari rezeki anak... artinya Allaah SWT merancang rezeki dan kemampuan seseorang menggapai dunia dan akhirat melalui kemampuan bersekolah-nya, dan salah satunya rezeki lewat orang tuanya.... waLLAAHU a’lam

Tulisan #5 : “Sesungguhnya kefakiran lebih mendekati kekafiran...”

aku belum sempat mengkaji status dalil itu, tapi jika itu dalil "kaum linear" aku hanya ingin menggarisbawahi Kefakiran ;  kefakiran beda dengan kekurangan relatif. Kefakiran sebagaimana kita fahami adalah korelasi kekurangan harta terhadap kebutuhan minimal untuk hidup [maintenance requirement].  Kefakiran bukan korelasi kekurangan harta terhadap kebutuhan minimal untuk hidup layak seperti tetangga sebelah.. atau korelasi kekurangan harta terhadap kebutuhan minimal untuk hidup sejahtera sebagaimana ditetapkan BPS dan WHO atau FAO.  Hehe.. maksud saya adalah kita sering menggunakan dalil “fakir” itu untuk memberi tambahan pendapatan bagi masyarakat yang “miskin” menurut kita... aku telah menyaksikan langsung dan lewat hasil studi sosial bahwa masyarakat yang meningkat pendapatannya ternyata pada tarap tertentu [atau kasus tertentu] malah makin buruk, baik dalam hubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama..

Cerita #4 : Ke”kaya”an sebagai pilihan.

Orang linear berkata: Si A  sudah kaya, tapi Si B masih miskin.  Si A kekayaannya 0,878 M tapi si B baru 0,251 M.  Mereka berkata : “Orang Islam wajib kaya karena dengan kekayaan bisa berbuat lebih..” lalu dalil-dalil dangkal diajukan.. Statement “banci” [=tidak dituntaskan] itu dapat berarti: makin kaya makin baik.. . secara grafis tampak sebagai garis lurus miring di kuadran II menuju langit. Apa iya ada sesutu di dunia ini memenuhi rumus “makin banyak makin baik”??  Sekalipun tidak mengacu ke Hukum Gossen aku yakin grafik hubungan itu tidak linear.. mungkin sigmoid atau kurva terbalik.. Orang non-linear memahami beda angka 0,878 M dan 0,251 M itu hanya “perbedaan sesuatu yg terpegang saat ini”; maknanya antara lain Si A belum tentu mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat lebih dari Si B.  Islam jelas memastikan Harta hanya sarana untuk mencapai kebaikan di akhirat dan di dunia. Jadi...  Memiliki [lebih tepatnya “memegang”] harta yang banyak adalah pilihan, persis seper

Cerita #3: Adakah yang linear tak terhingga?

Cerita #3 sengaja tidak dipapar juga, ...“penghinaan” jika harus membaca sesuatu yg dapat difahami sendiri

Cerita #2 : Koreksi atas cara fikir linear dalam hidup

Cerita #2 sengaja tidak dipapar, anak yg ber-IQ tinggi akan merasakan “penghinaan” jika harus membaca sesuatu yg dapat dicari & difahami sendiri.

Cerita #1 : Hidup yang Siklikal

Saat aku SMA hingga awal kuliah aku bertahun menyadari hal yang memuakkan dari hidup : berputar,  cyclical.  Kecewa..sedih..bingung.. mencari.. bertanya.. lalu “tercerahkan” (=tertumbuk pada sesuatu yg lebih cerah..[khan?]) Siklus kecil memuakkan yg menjerat antara lain siklus harian: tidur-bangun-makan-kerja-tidur-bangun-makan-dst; uang dr orangtua yg diperoleh dgn kucuran keringat dan dikirim dgn mengurangi jatah gizi adik2 ternyata digunakan untuk mensuplai energi bagi aku yg mempelajari rumus2 statistik kimia fisika yg ngga jelas manfaatnya selain dapat nilai “tidak merah”. Lalu siklus mingguan..siklus bulanan (?).. yg semua dalam sistem “sdikit besar” silkus hidup, artinya kita jalani siklus “mikro” tidur-bangun-makan-istirahat-tidur  agar siklus hidup dapat berputar.. (jika anda bertanya “siklus nano”... maka itu mgk ada di jantung dan semua proses biokimia tubuh).  Gambar teknis di atas sangat vital untuk dapat memahami ini... Lalu aku dimuakkan juga oleh siklus lain di sekita